Jersey Manchester United kesayangannya masih dia kenakan, sisa-sisa snack saat menonton pertandingan semalampun masih berantakan. Tapi matanya sudah fokus dengan foto-foto di layar laptop dan tetikus yang sejak tadi tak berhenti bergerak.
''Belum tidur?'' tanyaku sambil meletakkan secangkir kopi di meja. Dia menoleh lalu tersenyum sebelum matanya kembali lagi ke pekerjaannya.
Rambutnya yang sudah menutupi setengah telinga dia ikat ke belakang, menyisakan sedikit helaian-helaian menggantung di bagian depan. Jambang dan kumisnya kini sudah sangat familiar, entah dia memang menyukainya atau mungkin tak punya waktu untuk memotongnya.
Pertandingan semalam sepertinya berjalan seru, lagi-lagi tim sepak bola kesayangannya menang, seperti biasa.
''2-0! Liverpool kemarin kalah berapa?'' ejeknya.
Aku hanya mendelik ke arahnya, dia belum tidur sudah hampir dua hari. Deadline memaksanya tetap terjaga meski dua rekannya sudahlah tidur sejak 3 jam yang lalu. Profesional, katanya. Dia bekerja terlalu keras.
''Untuk kita, untuk masa depan kita nanti,'' jawabnya saat aku memprotes jam kerja yang sudah tidak wajar.
Aku diam, tak seorangpun bisa menghentikan kemauannya. Termasuk aku, penyebab laki-laki ber-jersey Manchester United ini menyiksa diri.
Iya, untuk kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar