Rabu, 12 Oktober 2011

Satu Waktu Di Masa Lampau

Bertiga, kita beriringan menyusuri bibir sungai, masa itu. Aku dan kalian, kita belumlah setua sekarang juga belum serumit hari ini. Dengan bertelanjang kaki kalian memimpin langkahku di depan, aku mengikuti, memang selalu begitu. Kita masih bebas dengan tawa lepas dan pikiran lugu dari pagi hingga malamnya.

Aku menjadi yang termuda, terlemah dan tidak punya darah laki-laki sedikitpun. Aku tidak pandai memanjat, tidak lihai berenang di sungai, bahkan tidak becus memegang parang. Jiwa dan keberanian kalian adalah hal yang tak pernah aku miliki sampai hari ini, aku masih sama seperti dulu, asal kalian tahu.

Aku ingat hari itu, di bawah pohon kopi, kita bertiga. Bertiga menikmati sepoi angin, menghirup harum bunga kopi yang baru saja bermekaran dan membicarakan dunia kita. Sekolah, pekerjaan rumah, hingga seseorang yang sedang kita suka. Kita benar-benar tidak punya rahasia, mungkin itu yang mengikat kita sampai hari ini.

Sekarang, semua sudah berubah. Aku dan kalian banyak diubah oleh perjalanan, aku dan kalian sudah tumbuh sesuai jalan hidup kita masing-masing. Kalian sudah memiliki keluarga kecil, dan aku masih sendirian. Bukan masalah, toh kalian juga yang meramalkan urutan ini, aku yang terakhir menemukan seseorang. Kalian benar.

Hari ini aku masih seperti dulu, seperti sudah kalian tahu. Terima kasih untuk masa kecil nakal yang tidak terlupakan, kalian pastilah lelah mengajariku untuk berani. Mungkin juga kalian bosan melindungi bocah kecil yang begitu menuruti peraturan, aku iri dengan pembangkangan yang kalian lakukan. Hingga kita berpisah, aku belum bisa membangkang seperti kalian. Kalian harus mengajariku suatu hari nanti, sebelum salah satu dari kita mati tentu saja.

Untuk dua sahabat masa kecilku, dan keluarga. Aku masih ingat hari itu.

-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar