Suara angin terdengar jelas hingga sempat memotong pembicaraan kami, '' Aku lagi dipinggir pantai " katanya malam itu. Jauh dikota Padang dan aku di Jakarta, rasanya sulit sekali mencari ketenangan selain mendengar suara itu. Desir angin dan suara ombak terbawa masuk ke kamarku yang kecil dan seadanya di pinggiran kota, seolah-olah mendekatkan kita dijarak yang entah berapa jauhnya.
'' Aku sayang kamu ", ujarku seletah keheningan mencekik diantara deru ombak diujung telepon. Lalu hening kembali. Lama sekali kami terjebak dalam pikiran masing-masing, entah apa yang sedang dia pikirkan saat itu. " Aku juga, aku juga sayang kamu ", akhirnya kata-kata itu keluar dari mulutnya dengan sedikit tercekat, dan disusul satu tarikan nafas yang sangat dalam.
'' Kamu selalu bisa bikin aku nangis ", lanjutnya dengan nada yang dibuat tenang. Aku masih diam. Sejak kita berpisah dua tahun lalu, ketika pembicaraan seperti ini dimulai, air matanya senang sekali ikut campur. Aku tersenyum kecut, bahkan dia lebih sering menangis dibandingkan aku. Tak aku sangka, kalau kesalahan itu masih terus membekas seolah tidak dapat dimaafkan.
Dua tahun lalu, aku memutuskan untuk memutus satu hubungan jarak jauh dengannya. Hubungan yang sudah mulai dipupuk dari aku masih duduk di bangku SMP, sampai hari itu. Aku tidak tahu ternyata hatinya sudah terbagi, bukan dengan orang lain, tapi dengan saudara jauhku sendiri. Kabar yang beredar begitu, dan aku makin tidak terima saat dia mengakui perbuatannya. Aku marah, aku bercermin mencari kekuranganku...memang benar, aku masih banyak kekurangan. Aku pikir terlalu lama jika menunggu satu moment pertemuan dengannya, jadi aku putuskan untuk mengatakannya lewat telepon. Hari itu, aku melepaskan seseorang yang sejak kecil aku kagumi dan aku bayangkan ada disisiku selamanya.
Aku mencoba hidup seperti biasa, aku berusaha melupakan kejadian itu dan sama sekali tidak mudah. Hingga akhirnya aku bisa menerima, iya, dia salah, akupun. Tapi tidak benar rasanya jika aku terus memperdalam luka, aku mau sembuh dan bukan dengan menyimpan amarah untuknya.
'' Orang yang dapat kamu pasti beruntung...'', Katanya pelan. Suara angin semakin kencang, tapi keheningan masih belum melebur diantara kami. Setelah aku memaafkan, setelah aku lupa, setelah keadaan membaik dan setelah perasaan kami mulai tumbuh kembali....kami malah tidak bisa menyatukannya. Ada hal yang selalu memberi kami jarak, rasa bersalahnya justru semakin besar saat aku sudah kembali tersenyum.
Kamu ga mau jadi orang yang beruntung itu? . Batinku ternyata lebih banyak bicara dari pada bibir ini, aku hanya diam tanpa tahu cara bagaimana menimpali kalimatnya. '' Harusnya ini masih bisa diperbaiki '', hanya kata-kata ini yang masih mampu aku ucapkan, selalu kata-kata itu.
'' Hmmh...aku takut kamu terluka lagi, sudah cukup hatimu sakit karena aku...'' timpalnya. '' Aku sayang kamu, sayang banget...kamu orang baik, kamu juga berhak dapet yang lebih baik dan aku...tidak sebaik itu..'', suaranya melemah bercampur dengan sapuan angin yang bercampur ombak. Aku tersenyum hambar, perih sekali rasanya dihadapkan oleh kenyataan yang tidak diingikan. Bahwa kami sudah benar-benar tidak bisa bersatu kembali.
Aku selalu membuatnya menangis karena telah memaafkan, mungkin ini akan terus berlangsung sampai waktu berikutnya jika kami masih berusaha menyatukan hati. Kesalahannya akan terus terlihat setiap kali mengingatku, begitupun airmata yang pasti akan terus meleleh dari matanya.
Aku lagi-lagi harus berusaha, bukan memaafkan...melainkan ikhlas melepas kembali cinta pertamaku. Melepas laki-laki yang sering menangis tanpa aku sakiti, dan jika ada istilah ' Saat ada laki-laki yang menangis untukmu, nikahi dia ''.... aku hanya bisa tertawa. Nyatanya, aku memilih meninggalkan laki-laki itu.
Aku lega jika meninggalkannya adalah baik untuknya, aku rela menanggalkan perasaan cinta ... asal tidak ada air mata lagi. Tidak pernah ada penyesalan dalam hal ini, Aku belajar memaafkan, aku belajar menjadi orang yang lebih baik, aku berusaha sabar dan aku belajar untuk menerima.
Dalam satu perjalanan, mungkin kita pernah terperosok, mungkin juga pernah salah arah...tapi jejak tetaplah jejak, akan terus berbekas dan menorehkan satu kisah lama. Itu hal biasa. Aku tidak pernah menyesal, hal yang sudah dilalui dimasa lalu..aku anggap sebagai penanda dari Tuhan, untuk mempermudah jalanku ke masa depan.
Aku tidak pernah menyesal, sungguh.
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar