Ada senyummu yang pernah kukagumi dulu, ada lengkung tak terlupakan, juga ada lesung pipit menitik di pipi sebelah kiri.
Aku melihatnya dari jarak 10 meter dari tempatku, dengan ponsel yang terus saja kamu pandangi, dengan kemeja bergaris yang sudah terlipat di bagian lengannya. Langkahku memelan, mengulur waktu agar bisa menatap sosok yang masih sangat kucintai. Tanpa sadar airmata menetes di wajahku, kukatupkan rapat-rapat bibir yang gemetaran, kugigit kuat-kuat lidahku agar perasaan ini tidak terlalu menyakitkan.
'' Maaf, kamu tidak apa-apa? ''
Sengaja kutabrakan bahu kananku dengan bahu kirinya, sengaja kujatuhkan buku-buku yang sedang kubawa. Sengaja kubuat diriku terjatuh agar dia menyadari aku ada, agar dia melihat kalau seseorang yang mencintainya masih memperhatikannya.
Tangannya cekatan, sama seperti dulu, mengambilkan buku-bukuku dan mengulurkannya dengan senyum bersalah.
'' Sekali lagi maaf, saya kurang memperhatikan jalan, '' tambahnya. Aku tersenyum, berlagak seperti tak ada gejolak yang berdentum hebat di dadaku. Membalas senyumnya dan dengan sengaja berlama-lama menatap dua mata yang kurindukan.
Ada bekas jahitan di dahinya.
'' Terima kasih, saya juga ceroboh. Maafkan saya juga, '' balasku.
Tidakkah kamu mengingat wajahku? Tidakkah kamu tak asing dengan suaraku? Dan tidakkah kamu mengenal cincin putih di jari manis kiriku yang tertulis namamu di bagian dalamnya?
Tidakkah kecelakaan itu menyisakan sedikit kenangan tentangku? Tentang kita? Tentang rajutan asa yang pernah kita buat bersama?
Ingatkah, kalau kamu pernah mencintaiku dan berjanji akan terus mencintaiku selamanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar