''Ayo, twitpic lagi pake sarung,'' desakku pada Narendra lewat twitter.
Malam baru saja dimulai, dan perbincangan di jejaring sosial menghangat seiring dengan waktu luang yang kami miliki. Narendra yang adalah suami dari Nareswari--pasangan yang sempat aku temui di sebuah coffee shop di Yogyakarta--memancing bahasan yang tidak biasa.
Sarung.
Iya, satu benda itu benar-benar menggelitikku juga menarikku ke masa kecil. Benda yang dulu kugunakan untuk bermain ninja dengan teman-temanku, mengenakannya di kepala, diikat sedemikian rupa hingga menyerupai ninja yang hanya terlihat matanya.
''Ninja sama maling beda tipis,'' tulisku lagi.
Aku terbahak untuk beberapa waktu, mengingat masa kecilku dan membayangkan Narendra mengenakannya dengan caraku. Tuan Arsitek bersarung adalah bayangan paling lucu yang ada di kepalaku.
Lalu bayangan lain muncul. Biru--Mr. Backpacker-ku-- mengenakan sarungnya. Dini hari, ketika aku sudah masuk terlalu dalam ke alam mimpi, saat tubuhku bahkan sudah malas bergerak. Dia membuka pintu kamar perlahan, menuju kamar mandi dan keluar dengan wajah basah.
Aku pikir, dia hanya ingin menyegarkan wajahnya dengan mencuci muka; lembur tiap malam pastilah melelahkan dan tak segampang yang terlihat. Tapi tidak, dia mengambil sajadah di lemari dan menggelarnya di depan tempat tidur kami.
Dia sholat malam.
Ada rasa yang sulit aku ungkapkan saat melihat dia menghadap Tuhan-nya sambil membelakangiku, sentuhan lembut tepat di hati. Damai. Indah dalam cahaya remang lampu yang menenangkan.
''Belum landing, ya? Liat Naren pake sarung, tiba-tiba jadi inget kamu lagi sholat malam. Kangen :( '' tulisku di belakang username twitter-nya.
Tawa yang sedari tadi tak bisa kuhentikan seketika meredup, rindu tiba-tiba menggerayangi seluruh pikiranku. Mengisinya dengan ingatan tentang sholat malam yang diam-diam sengaja kulihat dari balik selimut, dengan sarung coklat-nya, dengan tiap gerakan yang dibarengi takbir lirih dari bibirnya. Juga dengan kedua tangan yang tak pernah lupa dia tadahkan di saat berdoa.
Aku melihatnya setiap malam, di tiap dini hariku, di sela waktunya bekerja.
Dia tak pernah lupa akan Tuhan-nya.
Aku merindukanmu. Semuanya tentangmu kini sedang berkelebat bergantian di depan mataku. Cepatlah pulang, sebelum rinduku membuatku mati rasa karena terlalu lama menunggumu, Biru.
*untuk seseorang yang sedang dalam perjalanan dari Perth menuju Jakarta; Biru.
Kata pertama: Anjing.
BalasHapusKata kedua: Manis.
Emang kampretlah ini sarung.
kata ketiga: turn on.
HapusKata keempat: keterusan
kesimpulan: otak kita sudah gak bener.
Hahahahahahahahaha