'' Good night, kamu mau aku kasih tahu sesuatu? I love you. ''
Aku membaca pesanmu dengan hati yang entah di mana letaknya, sepertinya ia sudah melompat jauh dari tempatnya berkat pesanmu. Ucapanmu yang pertama, dua tahun lalu, di akhir obrolan kita membicarakan rencana perjalanan ke Ujung Genteng lewat sambungan telepon. Aku masih mengingat jelas ketenangan suaramu saat mengatakannya, suara berat dan hembus napas yang juga menguasai telingaku sepenuhnya.
'' I do really love you, '' ulangmu saat itu.
Pipiku merona, degupku memacu dan lidahku kelu seketika. Ada desir yang tiba-tiba menyerangku, merambati tiap jengkal kulit dan membuatnya meremang. Ada hal magis dalam suara yang akhirnya kumiliki sampai hari ini, menghipnotis, menyusupi alam bawah sadar dengan bermacam kelembutan.
Aku menahan pekik yang sebentar lagi lolos dari leherku, mengatur irama hembus angin yang keluar dari paru-paru agar tak menyalipi cepatnya detak jantung. Kututup rapat kedua mata, lalu mencari sosok yang sedang berbicara di sebrang di balik gelap kelopaknya.
'' I knew it, Bi. I love you too, '' kataku. Sama seperti hari ini aku membalas pesanmu, satu kalimat yang sama, satu kalimat pertama yang kuucapkan di penghujung dini hari kita dulu.
Sudah dua tahun dan kalimatmu masih belum berubah, masih urung berkembang memanjang atau menjadi lebih manis. Dan sudah dua tahun, aku masih belum juga menemukan jawaban lain, jawaban yang juga lebih panjang, jawaban yang lebih manis untukmu.
Sudah dua tahun, dan kamu masih sama. Masih Biru-ku yang dulu, Biru-ku yang terkadang berubah menjadi romantis saat jauh dariku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar