''Masihkah ada kesempatan untuk ku memiliki hatimu?''
Senja cepat sekali berakhir, matahari sudah tenggelam, tapi waktuku banyak dan aku masih sabar menunggunya. Di sebuah food court tempat perbelanjaan Jakarta, aku memilih tempat tepat didepan jendela yang mengarah ke barat. Segelas air putih dan secangkir kopi sudah habis sedari tadi, mataku menerawang ke langit yang menghitam. Kosong. Awan juga lenyap, tinggal bintang buatan yang selalu menempel di gedung-gedung perkantoran.
''Maaf lama, tadi macet banget...'' seseorang yang sudah 1 jam kutunggu akhirnya datang. Senyumnya belum berubah sejak kami bertemu di book fair dulu, masih saja membuatku tak ingin berpaling darinya. ''...lapeeerr, mau makan dong. Menu mana nih?'' lanjutnya sambil menebar pandangan mencari waiter disana.
Sepiring nasi goreng sudah habis dilahapnya, segelas jus tomatpun ludes. Dia mengeluarkan botol air mineral dari dalam tas selempang yang diletakan di kursi sebelah, lalu segera menenggaknya. Aku tersenyum tanpa sedetikpun mengalihkan pandangan, kesukaannya dengan air putih mungkin salah satu daya tarik tersendiri yang dia miliki.
''Aku mau ngomong sesuatu...'' kataku setelah dia menyimpan kembali air mineralnya ke dalam tas. Dahinya berkerut, lalu tersenyum.
''Tumben, mau ngomong apa sih?'' tanyanya.
''Apa kabar hatimu?''
''Hati? Mmm..baik, senang, seperti biasa. Emang kenapa?''
''Bukan itu...'' lanjutku pelan, ku hirup nafas dalam-dalam dan ku tatap lagi mata itu. ''Maksudku..hatimu, apa sudah terisi?''
''Terisi? Ngomong yang jelas dong, bingung nih..'' lucu sekali wajahnya saat dia bingung, andai saja tidak sedang membicarakan hati, pasti aku sudah terbahak-bahak didepannya.
''Iya, terisi. Apa hatimu sudah terisi? Apa hatimu sudah termiliki?....''
''Kamu...''
''...apa aku masih punya kesempatan untuk mengisinya?'' kata ku mantap. Sudah lama aku menunggu hari ini, sejak bertemu, hati memang sudah merasakan sesuatu. Tapi aku acuh, love at the first sight is non sense and i don't believe it. Tapi, semakin lama bersamanya, semakin sering membaca tulisannya, rasa itu semakin kuat dan semakin kuat. Hingga suatu hari, aku sadar kalau aku benar-benar sedang jatuh cinta, padanya.
''Aku ga tau....'' ujarnya memecah keheningan, wajahnya berpaling ke kegelapan diluar seolah ingin menghindari cecaran mataku.
''oohh...jadi memang udah ga ada kesempatan lagi kan buatku?''. Dia kembali menatapku, entah sampai kapan sorot itu masih bisa ku kagumi. Setelah ini, mungkin dia akan menjauh, menganggapku seorang wanita agresif, mungkin juga dia akan langsung menghilang.
''Aku ga bilang begitu....''
''Ga apa-apa, kok. Aku sudah tau...''
Masa lalunya belum benar-benar dia lepas, meski hanya satu kalimat dia menulis tentang 'Dia'...aku tahu, hatinya masih tertambat. Perempuan itu pastilah istimewa, mungkin cantik dan mungkin baik hati. Hingga untuk dilupakan saja, dia belum bisa. Andai aku jadi dia, tak akan pernah ku lepas laki-laki bermata sipit di hadapanku ini. Andai aku jadi dia, tak akan pernah ku tinggalkan kehangatan senyumnya. Tidak akan pernah.
Matanya tertuju ke bulan sabit di langit, entah apa yang dia pikirkan tentang aku setelah terang-terangan mengaku mengenai hati. Aku tidak peduli, aku sudah cukup tersiksa menyimpan ini sendirian. Tak apa kalau kesempatan tidak ada dipihakku, aku akan berusaha mengerti.
''Maaf...'' ucapnya lirih. Aku hanya tersenyum dan menggeleng, aku kehilangan dia...
''Ga apa-apa''
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar