Kemarin, saya terheran-heran dengan bos saya yang tiba-tiba menelpon rumah dan menanyakan keadaan anaknya. Bukan apa-apa, bos saya tidak sekedar menelpon, dia menelpon sambil menangis tersedu-sedu. Saya pikir dia sedang bertengkar dengan seseorang, atau apalah. Tapi saya salah.
Pagi ini, saat saya sudah memulai aktifitas saya, juga sedang memikirkan nasib perut yang masih kosong tentunya. Bos saya datang dan hanya butuh waktu 2 menit untuk menunggu dia bercerita.
''Kemaren aku ke Rumah Sakit Dharmais...'' ujarnya memecah keheningan, saya menengok dan langsung memperlihatkan muka hah-apa-bu? ke arahnya. ''...anak temenku sakit, kena kanker''. Sebelum saya sempat bertanya, dia melanjutkan dg nada bicara yang masih biasa ''Kelenjar getah bening...''
''Umur berapa? Kok bisa?'' tanya saya begitu ada sela untuk bertanya.
''Belum genap 5 tahun, awalnya tuh dia gondongan, terus kena hernia...nah, begitu mau dioperasi baru ketahuan kalau dia kena kanker...''
''udah lama? Dari kapan?'' potong saya.
''Baru kemaren, dia gondongan sebulan lamanya..mbok ya orang tuanya ngerti, diperiksain kek, apa kek. Begitu ketauan, udah berat. Dokter aja udah angkat tangan...'' katanya penuh amarah. Saya masih mendengarkan dan berusaha tidak terbawa kemarahan bos saya.
''Kemaren...aku kesana, kasihan liatnya. Tangan kanannya kaku, penuh jarum infus sampe dipakein kayu segala. Leher sebelah kanan diperban, dia cuma bisa tidur miring...'' kata-katanya mulai melemah, dia berusaha mengendalikan nafasnya sendiri. ''...dia cuma bisa merintih 'Sakit mama...sakit mama..sakit mam...' ''.
.................................
Kata-katanya tercekat, dia menunduk sambil menyeka air mata yang keluar. Hampir saja saya menangis, tapi saya coba bertahan meski sudah diujung dan tinggal jatuh saja.
''Kasihan...aku sampai nangis-nangis didepan orang tuanya, gak kuat liat dia begitu'' lanjutnya sembari menegakkan lagi kepala yang tadi tertunduk. ''Makanya kemaren ibu langsung telpon rumah, ga tau gimana rasanya kalo Si Mas kaya gitu. Kalo perlu, Si Mas di scan seluruh tubuh. Biarin deh bayar...'' Si Mas itu anaknya, karena orang Jawa jadi dipanggil 'Mas'.
Saya sesegera mungkin menetralkan perasaan, saya juga merasakan kesedihan meski dia bukan anak saya sendiri. Belum genap 5 tahun, dan sudah terkena kanker...entah seperti apa jadinya dunia saya kalau hal itu terjadi pada anak saya. (amit-amit).
''Aku tuh suka bingung, kenapa anak seperti itu harus dilahirkan ke dunia?'' tanyanya yang mengakhiri sesi sedih-sedihan pagi ini.
Well, kalau saya Tuhan, saya pasti akan langsung menjawab pertanyaan itu. Saya tidak akan membiarkan manusia mengambil kesimpulan sendiri atas keputusan saya, tapi sayangnya saya bukan Tuhan. Saya juga manusia biasa, saya suka menyimpulkan, saya hobi menerka-nerka dan saya...pernah menyalahkan Tuhan. Atas jalan hidup saya, atas nasib yang saya jalani, juga atas kehilangan yang saya tidak ingini.
Apapun yang sudah, sedang, maupun akan terjadi, saya pikir Tuhan selalu ada di pihak yang benar. Dan siapa yang bisa menentang-Nya?. Kata orang, selalu ada maksud disetiap kejadian. Iya, itu memang benar.
Dan Tuhan menciptakan sesuatu dengan alasan, bukan?
Yang terbaik adalah keputusan-Nya. Kita hanya bisa berdoa, berusaha, dan tentu saja percaya bahwa Dia ada tak jauh dari kita.
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar