Matanya menatap lurus ke langit-langit, lalu terpejam lama. '' Mungkin bukan takdir anakku keluar dari rahimnya. ''
Aku menghela napas, kepala serasa penuh dengan 'Ibunya... Ibunya... Ibunya, ' bagaimana jika wanita itu mempertahankan anakmu? Pasti hari ini bukan aku yang ada di sampingmu.
Mungkin dua tahun lalu, kamu tidak akan sempat memperhatikan tengkuk dan warna kemejaku. Kamu akan sibuk berbicara dengan istrimu lewat telepon atau sedang pusing memikirkan nama yang akan diberikan untuk anakmu saat dia lahir.
Dua tahun lalu, mungkin kamu tak akan peduli ponselmu di mana, kamu tak akan meminjam ponselku, kamu tak akan bertemu denganku kalau wanita itu memilih untuk menjadi istrimu.
'' Kamu akan melakukan hal yang sama jika besok, lusa atau dua bulan lagi kamu mengandung anakku? '' tanyanya pelan sembari menoleh ke arahku. '' Kamu akan menggugurkannya seperti dia? ''
Aku sedikit terkejut mendengar pertanyaannya, 'Mengandung anakku?'
'' Entah, '' singkatku. '' Mungkin tidak. ''
'' Andai kamu menjadi ibu dari anakku, pasti dia laki-laki. Dia akan mirip sepertimu, lebih mudah diatur, tidak suka mengeluh...''
Andai, Biru. Itu hanya 'Andai.'
'' Dia akan duduk di sana dengan serealnya, sedang kamu hanya mengawasi tanpa memarahinya meski susu mengotori meja, '' dia menatap lagi meja makan kosong, persis seperti sebelumnya. '' Dia tak akan beranjak sebelum makanannya habis atau kamu akan menyita salah satu mainannya. ''
Aku tersenyum tipis, menengadah, mencoba masuk dalam imajinasi Biru yang baru pernah kulihat.
'' Saat dia memainkan kameraku, kita tak perlu mengejarnya karena kamu punya kamera mainan yang siap dibarter. Atau saat dia menyeret ranselku dan mengacak-acak isinya, kamu yang akan diam saja, akulah orang yang akan membuatnya menangis sampai kalian bersekutu untuk memusuhiku. ''
Ada sisi Biru yang tak pernah kulihat, sisi melankolis, sisi kebapakannya yang selama ini tertutup ketegasan.
'' Andai kamu menjadi ibu dari anakku, pastilah dia anak laki-laki bermata hitam menghanyutkan sepertimu. Sedikit pendiam, malas bertanya dan memilih untuk mencari tahu sendiri. ''
Andai, Biru.
'' Kita bisa mengajarinya backpacking sedari kecil, berkemah di halaman, berdesak-desakan di dalam bus saat mengantarnya ke sekolah. ''
Biru-ku yang realistis berubah seketika karena sebuah janin--calon anaknya, ada kerinduan melingkupi seorang ayah yang tak pernah bertemu putranya. Begitu lama, hingga dia hanya bisa membayangkan dalam angan saja.
'' Aku menginginkan anakku, '' lirihnya. Jemarinya mengusap pipiku lembut, lalu menggenggam erat jemariku, '' kamu mau menjadi ibu untuk anakku? ''
Aku terlonjak kaget mendengarnya, apa dia menyebut kata 'Andai' pada pertanyaannya, tadi?
'' Maukah kamu menjadi istriku? ''
*cerita bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar