Jumat, 03 Februari 2012

Terbiasa

Kulangkahkan kaki di atas batu-batu kecil yang ditata seperti jalan setapak menuju pintu samping, rumahnya tampak sepi.

Keberaniannya membeli sebuah rumah meski harus mencicil bertahun-tahun, mungkin juga menjadi bukti kalau dia bisa berkomitmen. Mengambil risiko dengan membayarnya per bulan, rutin, membuatnya semakin terlihat bertanggung jawab.
Pintunya tidak dikunci, mungkin dia sengaja karena tahu aku akan datang dan terbiasa masuk lewat pintu samping. Suara gemertik papan ketik dan tetikus menuntunku ke ruang tengah, kepalanya langsung menoleh saat melihat kelebat bayanganku.

Dia tersenyum.

Mejanya penuh dengan lembar-lembar entah apa, kotak pizza, kamera yang masih tersambung dengan laptop dan segelas besar kopi. Kuletakan tas dan paper bag berisi pekerjaan di kaki meja kaca, memeluknya sebentar tanpa berbicara sepatah katapun.

'' Lembur? '' tanyaku. Kulirik layar laptopnya sesaat lalu memilih untuk tidak bertanya, iya, masih banyak sepertinya. Matanya menatap serius foto-foto yang sedang dia edit, tangan kanannya bahkan tak sedikitpun melepas tetikus hitam miliknya.
Aku suka keheningan seperti ini, tanpa suara, tanpa menuntut satu sama lain untuk menegur atau membuka pembicaraan. Kami berbicara dengan cara dan dengan bahasa yang hanya dimengerti oleh kami sendiri. Aku sendiri lupa kapan kami memulai kebiasaan ini.

'' Kapan selesai? Aku ngantuk, mau pulang. '' ujarku setelah lama hanya duduk bersandar di sofa di sebelahnya. Dia sendiri yang memintaku pulang ke rumahnya karena sudah terlalu malam, rumahnya lebih dekat dengan kantorku dan memang lebih aman kalau dia yang mengantarku.

'' Masih banyak, tidur aja, aku bangunin kalau nanti sudah selesai. '' Jawabnya. Matanya masih tertuju pada foto Suku Dayak di layar, sedetik menoleh ke arahku pun tidak. Aku beranjak dari sofa panjang yang kami duduki berniat pindah ke sofa lain, tetapi tangan kirinya menahanku sampai kutarik lagi langkah kaki yang hampir menjejak.
'' Tidur sini aja... '' dia mendudukkan badannya di lantai berlapis karpet hijau, membiarkan sofa kosong agar bisa kutiduri. '' sini, sekalian nenemin aku...''

'' Oh, oke. '' jawabku singkat. Nyaman sekali meringkuk ditemani seseorang yang tak pernah bisa jauh darimu, di perjalanan kami pun dia tidak pernah membiarkanku sendiri. Kamar dengan dua tempat tidur selalu menjadi pilihan disaat menginap, terkadang dia mengalah tidur di kursi saat penginapan hanya menyediakan satu tempat tidur per kamar. Aku memang selalu merepotkannya, sayangnya dia sangat hobi menciptakan kerepotan dengan mengajakku pergi bersamanya.

'' Kamu tahu? '' tanyanya sembari menoleh padaku yang sedari tadi hanya bisa menatap kepala bagian belakangnya.

'' Apa? ''

'' Sepertinya, aku mulai terbiasa melihatmu tertidur di sisiku. ''


(Mr. Backpacker)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar