'' Kerjaan, selesai? '' tanyaku siang itu.
Dia hanya mengangguk tanpa menoleh padaku, wajahnya lurus menatap jalanan macet di depan halte gedung Sarinah dan kita duduk seperti orang asing dengan menyisakan jarak di tengahnya.
Jeans biru panjang dengan sneakers dipadukan dengan kaus biru tua dan luaran hitam yang membuatnya agak formal, juga tas hitam berisi kamera tergantung di bahu kirinya.
'' Have fun ya, sama temen-temen kamu... '' lanjutku. Dia menoleh sebentar lalu kembali menatap jalanan. '' jangan lupa kirimin foto-fotonya, Lombok tempat yang bagus. ''
'' Dan kamu melewatkan tempat itu... '' potongnya pelan. Aku mendesah, menunduk memandangi sepasang sepatu hitam berhak tinggi yang kukenakan. Aku tak bisa ikut dengannya kali ini, aku bukan freelancer yang dua job saja bisa mencukupi kebutuhan hidup sebulan. Aku harus mendekam di dalam gedung tinggi seharian, setiap hari. Mengurung pikiran dengan hanya menatap layar monitor, meeting sana-sini, dan dikejar-kejar deadline.
'' Kamu sudah terlalu sering menjagaku, sekarang saatnya kamu berlibur bersama teman-temanmu. Sesekali, lebih bagus kalau aku gak ada... ''
'' Apa aku harus memaksamu ikut kali ini? '' tatapannya masih belum berpindah, tubuhnya pun enggan bergerak mendekat ke tempatku. '' aku bisa membuat kekacauan agar kamu dikeluarkan dari pekerjaanmu, kamu mau ikut 'kan setelah kamu kehilangan pekerjaan? ''
Aku tersenyum kecut, masih banyak ' Lain kali '; pikirku. Berpetualang dengannya memang menyenangkan, tapi realita lain memaksaku untuk bertahan hidup di tengah kekacauan kota ini. Mencari uang, menyusun daftar belanja untuk mengurangi pengeluaran, menjalani rutinitas asliku.
'' Aku akan baik-baik saja, begitupun kamu. Pergilah, bersenang-senanglah dan cepat kembali... Aku akan merindukanmu di sini. ''
'' Suatu hari, aku tidak akan pernah kembali ke kota ini. Aku akan tinggal di sebuah tempat di kota yang pernah aku kunjungi... '' katanya sambil beranjak. ''....berjanjilah padaku, kamu tidak akan menolak ajakanku untuk ikut di hari itu tiba. ''
Dia meraih kepalaku dan menciumnya sebelum pergi meninggalkanku, dia tidak menengok lagi. Langkahnya mantap tanpa keraguan, ada sesuatu yang membuatnya begitu menarik di mataku. Yang pasti, sifat ambisiusnya yang paling dominan menjajahku.
Tidak ada genggaman tangan siang itu, tidak ada kecup singkat di bibir, tidak ada peluk hangat. Hanya ada dua jengkal jarak yang memisahkan tubuh kita, hanya ada dua manusia yang tak saling pandang ketika berbicara.
Kami hanya tahu satu hal ; kami saling membutuhkan. Itu saja.
(Mr. Backpacker)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar