Kamis, 16 Februari 2012

Biru-ku

'' Aku pinjam komputermu, '' bilangku pada Biru, Biru-ku. Kekesalanku pada wanita di ruang tamu benar-benar menguasai, dan mungkin akan lebih baik jika aku menenggelamkan diri dalam pekerjaan.

'' Pakai sesukamu, anggap kamar sendiri, '' balasnya sambil mengusap pipiku. Seperti sudah bisa membaca pikiranku, dia memelukku erat, sangat erat. '' Aku mendengarnya, dia hanya menggertak, jangan dipikirkan. ''

Aku hanya butuh menyendiri sekarang, menyibukan diri dengan email-email keparat dari kantor. Apa yang mereka kerjakan di kantor kalau semua pekerjaan dikirim semua ke inbox-ku? Aku benar-benar harus mencari pekerjaan lain, keluar secepatnya dari tempat tanpa jam itu. Seperti hanya sebatas siang dan malam yang digunakan untuk menunjukan waktu tiap harinya; kerja, kerja dan kerja. Sial!

'' Dia menginap di sini malam ini, '' bisiknya ketika badanku dengan mudahnya tertidur di tempat tidurnya, aku menyerah setelah hampir 5 jam hanya duduk sambil memandangi layar monitor. Mataku seketika terbelalak mendengarnya, kucari sosok laki-laki pemilik suara tadi yang ternyata sudah memelukku dari belakang.

'' APA? '' pekikku tertahan. '' Dia tidak mampu menyewa kamar hotel, kah? Kenapa harus di sini? ''

Aku menatapnya tajam setelah membalikkan badan ke arahnya, entah sudah berapa lama dia tidur di belakangku, aku terlalu lelah untuk mendengar suara pintu dibuka. '' Hanya semalam, hitung sebagai balas budi kita saat di Semarang, '' lanjutnya sambil membalas tatapanku.

'' Harus, ya? ''

'' Dia temanku, dan dia sendiri di Jakarta. Ya? Kamu bisa menginap di sini juga kalau kamu mau. Aku tak keberatan melihatmu di atas tempat tidurku seperti ini semalaman, dengan senang hati, '' dia mengangkat kepala dari bantal putih bersih penopang kepala kami dan mengecup keningku pelan. '' Bagaimana, Tuan Putri? Terima tawaranku, aku mohon. ''

'' Besok jumat, aku harus ke kantor. ''

'' Kalau begitu menginaplah besok malam, temani aku lembur, setelah itu kita bisa nonton DVD horor kesukaanmu itu. Atau kita bisa rencanakan trip kita selanjutnya, setuju? ''

'' Akan kupikirkan, sekarang aku harus pulang. Istirahat. Tidur. Lelah sekali rasanya, '' alih-alih mencarikanku taksi, dia malah tak bergerak dari tempatnya. '' Kamu tak berniat menelpon taksi untukku? ''

'' Sebentar lagi, temani aku beberapa menit di sini. ''

Aku merebahkan lagi kepalaku, kali ini di sebelah dadanya, tepat di depan jantungnya. Kesunyian. Hanya suara pendingin ruangan yang mengalun kasar, udara dingin yang menyapu kulit perlahan, dan genggaman tangannya. Begitu menenangkan, begitu damai, begitu jauh dari amarah yang siap meledak kalau selangkah saja keluar dari kamar ini.

'' Kenapa selalu begini? '' gumamnya.

'' Apa? '' tanyaku tanpa menjauh dari dada bidangnya.

'' Kenapa aku selalu merasa terus merindukanmu? Apa ada cara untuk mengurangi rindu saat kamu jauh dariku? ''


(Mr. Backpacker)
*baca juga rangkaian lain di previous post.

1 komentar:

  1. percakapan terakhir nggak banget.

    *baru sadar*
    *dikomentari sendiri*

    BalasHapus