'' Aku rindu karpet hijau di ruang tengah. '' Bilangmu saat malam masih terlalu pagi untuk ditinggalkan.
Bahkan kita belum sampai ke tujuan kita, beristirahat semalam di penginapan sederhana dengan wujud lebih seperti rumah di pedesaan. Celana berwana krem pendek membalut seadanya berpadu dengan kaus putih tanpa lengan, aku melihatnya, rasa sakit yang sering kamu bicarakan; rindu.
Lenganmu mengusap lengan bangku kayu yang sesekali berderit saat kamu bergerak, menatap kosong kegelapan dengan lampu pijar di kejauhan. Aku juga sering merasakannya, tapi aku yakin kamu lebih sering menyakiti hatimu sendiri seperti ini.
'' Tapi bukankah ini yang kita cari? '' lanjutmu dengan senyum tipis.
Aku mengangguk seolah itu akan mengeluarkan suara untuk mengamini perkataannya, berapa kali kamu melakukannya? Menghibur diri sendiri di saat paling rapuh pertahananmu? Hatimu seteguh apa?
'' sudah malam, pergilah tidur. ''
'' Kamu? ''
'' Aku masih merindukan karpet hijau hangatku, tak apa. Pergilah tidur. ''
Aku juga, aku juga rindu karpet hijau hangatmu, meringkuk di sofa cokelat panjangmu, menatap bagian belakang kepalamu, menemanimu lembur dengan foto-foto yang tak kunjung selesai diedit. Aku juga merindukan semua itu, tapi tidak lebih banyak dari merindumu di sisiku di tempat yang kita sendiri belum terbiasa dengan bahasanya, seperti malam ini.
(Mr. Backpacker)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar