Jumat, 24 Februari 2012

Dulu

Ada semilir angin menyapu lembut pori-pori kita, menyisir perlahan barisan rambut, mengirim gemersik dedaunan ke cuping telinga. Ada nada-nada yang dulu kita buat, terdengar jelas seolah menyatu tenang dengan Toba.

'' Lama menunggu? '' tanyanya dengan senyum manis merekah di bibirnya.
Toba sore hari yang menenangkan, setenang hamparan airnya di tengah pegunungan di Sumatera Utara.
Kita masih didekap bisu, berkelit dari rasa yang membelit bersamaan dengan hilangnya waktu. Terdiam tanpa tahu cara memindahkan kelu di lidah yang ingin berucap rindu.

Aku merindukanmu, pernah, dan masih; batinku. Dengan sapuan lembut bibirmu, dengan hangat tatapmu, dengan eratnya pelukmu, dengan banyak cerita yang tak pernah lupa kau bagi.
Aku merindukanmu, masih, masih sangat merindu.

'' Sendiri atau...? '' tanyanya. Aku tersenyum ragu, ada kilatan yang lama tak kulihat dari bening matanya. Apakah kau masih menginginkanku?
Kulempar jauh pandanganku ke arah nelayan di pinggir danau, menyembunyikan rona pipi yang tiba-tiba merah menghiasi. Aku pernah memilikimu, dulu. Dua tahun lalu. Sebelum jarak mengikis lapisan tebal bernama cinta, benar, aku juga mencintaimu. Dulu.
Ada kisah hitam mengisi kekosongan saat kau tak ada, saat kau menjauh dari pandanganku; berpaling lalu tak pernah kembali.
Aku rindu menangis di bahumu, satu kebiasaan buruk yang sudah pasti kau hafal dariku. Aku pernah menguasai bidang yang melindungi hatimu juga meredam degup jantungmu itu, menyentuhnya semauku, mendengar debarnya dalam sepi malam-malam kita.

'' Kita tak pernah berdua seperti ini, '' lirihnya.

'' Iya, tak pernah. Tapi kini sudah. ''

'' Berbeda, kita sudah tak lagi bersama. Andai dulu... ''

Dulu. Pikiran kita sama, kita kini sibuk membayangkan jika dulu, andaikan dulu, kalau saja dulu... Hanya sebatas dulu. Nyatanya toh tak pernah terjadi, ini hanya sebentuk masa lalu yang tak akan bisa kita lompati untuk sekedar mundur lalu diperbaiki.

'' Kita tak akan membawa masa lalu ke hari ini, bergunakah? Aku bahkan ingin menebarnya ke danau di depan kita. Terlalu usang, '' timpalku.

Kulihat senyumnya memudar, berganti wajah lain yang tak pernah kukenali.

'' Aku masih belum kau maafkan, bukan? Sudah dua tahun. ''

'' Sudah kumaafkan, aku hanya tak ingin membawa kenangan kita ke dalam hidup baruku, '' kulihat sosok yang sedari tadi meninggalkanku, dia mendekat dengan kamera masih sesekali dibidikan ke langit senja. '' Kau harus bertemu dengan hidup baruku. ''

'' Sudah dapat? '' tanyaku padanya. Dia hanya tersenyum lalu memalingkan wajah ke sosok laki-laki di sebelahku. '' Kenalkan, ini temanku. Teman lama, Raja. ''

'' Hai, Raja. Aku Biru, calon suaminya, '' ujarnya sambil mengulurkan tangan menyalami masa laluku.

Lihatlah, Raja, aku mungkin pernah ingin memilikimu selamanya, pernah sangat ingin. Tapi itu dulu. Hanya sebatas waktu yang kita sebut ' Dulu. '

Tidak ada komentar:

Posting Komentar