Jumat, 06 Januari 2012

Isakmu

Kepalanya tertunduk dalam, setetes airmata tampak jatuh ke atas lengan kurusnya. Ada sengguk yang coba diredam, ada sakit yang sekuat tenaga dipendam.

Kepalanya terantuk-antuk di depan meja kerjanya, kursi kerjanya sesekali berdecit menahan tubuh yang sedang tersedu. Diusapnya airmata yang semakin deras, kemudian kepala itu menegak memerlihatkan wajah sembab. Matanya semerah darah, hidungnya bak jambu air.

'' Henry, cepat mandi dan tukar bajumu. Tamu-tamu sudah terlalu lama menunggu...'' wanita itu tampak seperti malaikat, wajah keibuan, tutur katanya seperti motivator yang menenangkan. Melongokkan kepala dari pintu yang dibuka sesuai ukuran kepala dan mengingatkan anak laki-lakinya untuk bergegas.

Dengan malas, diseretnya langkah menuju lemari pakaian. Lalu mematung, memandang lipatan baju nan rapi di setiap raknya. Ditariknya celana bahan warna hitam dengan kasar hingga satu tumpukan itu menyeruak keluar, lalu menyambar kemeja putih bersih sekuat tenaga, hingga penggantungnya patah.

Aku masih mendengar tangis dari dalam kamar mandi, juga suara barang-barang berjatuhan. Dia sangat marah kali ini, pikirku. Aku masih menunggunya di pinggir tempat tidur, dengan wajah memelas sama seperti saat aku ingin meminta maaf karena telah bersalah padanya.

Dia keluar, dengan mengenakan celana hitam dan kemeja putih bersih. Handuknya langsung dilempar ke tempat tidur nyaris mengenai wajahku, lalu berjalan ke meja rias yang penuh dengan kosmetikku.
'' Aku minta maaf '' ujarku sambil beranjak mendekatinya, '' maafkanlah aku ''

'' Kenapa? '' dia menangis, tangannya berpegangan pada pinggiran meja sambil menatap cermin, terkepal, dan... PRANGG!!
Dia meninju cermin sampai pecah berceceran, tangannya berdarah tapi sepertinya dia tidak sedikitpun peduli.

'' Maafkan aku, tolong jangan siksa dirimu sendiri...tolong ''

Dia terduduk di bangku segi empat itu, meraih foto pernikahan kami dan memeluknya. Derai air mata tak kunjung reda, isaknya kian menjadi sambil terus memanggil-manggil namaku. Dan aku, hanya bisa memandang tanpa bisa menyentuhnya. Tanganku selalu gagal membelai rambutnya, sekarang aku bahkan bisa menembus badannya saat aku ingin sekali memeluknya.

Ibumu pencemburu, dia yang memberi barang itu untukku. Katanya itu vitamin, katanya aku tidak akan lemas lagi setelah meminumnya. Aku tak pernah menduga itu obat insomnia, obat tidur. '' Minumlah, ini baik untuk kesehatanmu '' katanya.
Aku mulai mengantuk, aku ingat aku tidur di kamar ini, di kamar kita. Dan ketika aku terbangun, seperti ada yang berbeda. Tubuhku menjadi ringan, dan aku bisa melihat wajah pucatku di atas tempat tidur kita.
Aku mati.

Aku menyesal, aku ingin meminta maaf untuk kebodohanku percaya dengan omongan ibumu. Aku belum sempat memelukmu, aku masih ingin ada di sampingmu. Menjadi ibu dari anak-anakmu kelak. Sungguh.

Dia beranjak, mengusap luka dengan tissue dan menghilang di balik pintu tanpa menoleh lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar