Selasa, 10 Januari 2012

Jejak Kecil

Angin dingin semilir di tengah bulan Januari, fajar sudah merekah.

Aku melangkahkan kaki perlahan, menghindari genangan sisa air hujan semalam. Ada jejak sandal-sandal beralas tanah, di pinggir sebelah kiri, di jalan yang sedang kulalui.
Jejak kecil, pikirku. Mungkin dia baru tujuh tahun, mungkin dengan payung besar yang hampir menutupi seluruh badannya.
Jejaknya masih ada, dia berusaha membersihkan alas kakinya dengan menggosok-gosokkannya. Aku lihat itu, garis panjang akibat gesekan aspal dan sandal berlumpur. Aku juga sering melakukannya, seperti sedang bermain ice skating dengan sandal jepit dan lumpur sebagai pengganti lapisan es. Menyenangkan sekali.

Jejaknya menghilang, sandalnya sudah bersih, pikirku lagi. Di sini, mungkin dia berjalan perlahan; ada sampah memenuhi jalan; gotnya meluap. Mungkin juga angin yang menciutkan nyalinya, atau petir yang memaksanya berdoa. Anak kecil selalu punya alasan untuk bertemu hujan, selalu ada cara keluar dari rumah. Atau... Selalu ada keberanian untuk berhadapan dengan alam demi sesuatu. Sesuatu yang sangat dia atau orang lain ingini. Mungkin.

Aku kehilangan jejaknya, matahari kian meninggi, hangatnya sedikit mengobati gigil di balik kemejaku. Ku langkahkan kaki lebih cepat, angin bulan Januari sedang tidak bersahabat dengan tubuh. Mungkin juga karena usia, iya, aku bukan masih tujuh tahun yang berani melawan angin; aku adalah umurnya dikalikan tiga.

-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar