Kamis, 05 Januari 2012

Sekolah Tuhan

Hujan-Mu masih gemertik di atas pelindung tidurku, sedari siang aku selalu bertemu air. Bumi pasti menyukainya, seperti aku menyukai senja-Mu.

Aku ingin berkeluh-kesah, Tuhan. Engkau tahu umat-Mu yang satu ini pelit bicara, mengeluh dalam doa saja aku malas. Adakah kotak surat di sana? Aku akan menuliskannya dengan senang hati untuk-Mu. Engkau tidak pernah tidur, dapatkah Engkau melihat keresahanku dalam banyak keresahan umat-Mu? Dapatkah melihat manusia kecil dengan tahi lalat di tangan kiri, ini?

Pagi ini, lagi-lagi Kau mengujiku. Pagi yang kering, bahkan mendung belum beranjak dari mimpinya. Aku mengaku rapuh, aku mengaku lemah, aku tidak lebih tangguh dari cobaan-Mu. Salahkah aku, Tuhan? Salahkah jika aku mengikuti mau-Mu? Salahkah jika aku berkata sebenarnya?

Kau ajarkan tentang kejujuran, aku belajar melakukan ajaran-Mu. Tapi Kau melihatnya, bukan? Kau mendengarnya, bukan? Pagi ini ujian-Mu membuatku takut berkata jujur, pagi ini cobaan-Mu membuatku ingin belajar berbohong.
Engkau tidak tuli, sakitkah Engkau mendengar kata-katanya? Aku merasakannya, Tuhan. Sakit sekali.
Kenapa seperti ini? Kenapa sesakit ini?

Aku ingin menangis, aku ingin membela diri. Tapi Kau tahu 'kan, Tuhan? Sama sekali tidak berguna, aku yang salah. Aku selalu salah. Aku goblok, aku tidak memakai otakku. Jadi, semuanya memang salahku. Benarkah begitu, Tuhan? Pastilah aku murid terbodoh dalam 'Sekolah'-Mu, pastilah banyak warna merah pada raporku.

Sudah berapa kali aku tinggal kelas, Tuhan? Ujian-Mu selalu mematikanku, cobaan-Mu membuatku lemah. Pasti ada pelajaran yang terlewat, bisa Kau ulangi bagian itu? Agar aku lebih kuat, agar aku cepat naik kelas.

Kau tidak akan pernah meninggalkanku sendirian, 'kan? Jangan pernah berkedip saat mengawasiku, Tuhan. Aku manusia kecil dengan tahi lalat di tangan kiri, jangan pernah lepaskan genggaman-Mu dari tanganku. Aku membutuhkannya.

-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar