Cinta tidak hanya buta, untukku, cinta juga tak kenal malu.
Sebut aku begitu, melihatnya memeluk bocah kecil yang sedang tidur telungkap di dadanya membuatku luluh setelah dua tahun menolak laki-laki itu. Lihat tepukan halus telapak tangannya di atas punggung anak berumur tiga tahun itu, sepertinya aku terlambat menyadari kalau laki-laki ber-rahang tegas di sebelahku memiliki sifat kebapakan. Hangat tatapannya pada gadis kecil itu, pelukan eratnya tiap kali mereka bertemu, aku benar-benar sudah dibutakan trauma masa lalu. Gadis itu memerlukan ayah, anakku butuh panutan lain selain ibunya.
'' Sini biar aku yang bawa ke kamar '' ujarku melihat Keiko--anakku sudah terlalu lama dipelukannya. Perlahan kuambil boneka kecilku dari dadanya dan menggendongnya ke kamar berpintu merah jambu. Sedikit kaget ketika pintu kamar tak sengaja kubanting, tapi dasar sudah ngantuk ada gajah main lompat talipun tak akan mengganggu.
'' Capek? '' tanyaku sambil memberikan segelas air putih dingin. Kemeja putihnya kucel dan wajahnya tampak lelah, seharian menemani Keiko mengacak-acak isi apartement memang bukan untuk umurnya lagi. Tangannya memijit dahi sendiri sedang matanya terpejam rapat. '' Tadi dicoret-coret Keiko kenapa diem aja? '' ujarku melihat bulatan-bulatan dari pensil alisku di dahinya.
'' Biarinlah, anak kecil ya gitu. Yang penting kan bisa diilangin '' jawabnya santai. Entah mendapat angin apa, tapi di detik itu aku merasa anakku sudah memilih ayahnya sendiri. Mungkin hanya aku yang buta, menolak cintanya karena trauma masa lalu, mengeneralisir laki-laki seperti mantan suamiku yang bajingan itu.
'' Adji, menikahlah denganku '' ucapku di depannya. Dia terperanjat kaget, hampir saja gelas di tangannya jatuh ke sofa. Wajahnya kebingungan, alis kirinya naik dan bibirnya membeku. '' Keiko mencintaimu, dia membutuhkanmu ''
Perlahan wajahnya melunak, terdengar desahan nafas lega darinya. '' Kamu? '' tanyanya, '' Kamu ga cinta aku seperti Keiko mencintaiku? ''
Giliran aku yang terdiam, jawaban apa yang tepat untuk pertanyaan itu? Mencintainya? Belum, tapi mungkin saja aku yang buta, atau sebenarnya aku sudah mencintainya sejak dulu?
'' Aku... Aku...''
'' Nggak! '' potongnya cepat. Wajahku memerah, terasa sekali darah mengalir seluruhnya ke wajah. Panas. Malu. Ditariknya tubuhku ke pelukannya, air mataku sudah tidak bisa dibendung lagi.
'' Nggak...'' lanjutnya pelan, '' Menikahlah denganku...''
Tangisku makin menjadi saat tahu kata-katanya memang sengaja dipotong untuk mengerjaiku, pelukan itu mengencang membelit tubuh gemetarku. '' Apa tadi aku sempat mematahkan hatimu? '' guraunya yang kubalas dengan cubitan-cubitan di perut dan pinggangnya.
Sebut aku tak tahu malu, paling tidak...aku bukan pengecut.
(#15haringeblogFF #lastday)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar