Selasa, 24 Januari 2012

Untukmu Di Sana

Untuk sepupuku:
Aku rindu tawamu

Dua tahun lalu tangisku pecah, di kala siang di hari minggu. Sebuah pesan singkat masuk ke ponselku saat makan siangku baru habis separuh, pesan dari Bu Lik-ku, Bu Lik kita. Hanya tiga kata yang dia tulis, hanya sebaris kalimat tanpa titik.

'' Ji, Eko meninggal ''

Kunyahan di rahangku seketika membeku, aku mencoba mengartikan dan mengerti maksud kalimat tersebut. Kubaca sekali lagi, lalu sekali lagi hingga kuberanikan diri memencet tombol ' Memanggil ' pada ponselku. Kamu tahu? Aku mendengar tiga kata itu diucapkan dengan tangisan, aku mendengar banyak tangisan di sana. Sayangnya, aku masih belum sadar juga. Aku mematung tanpa bisa berekspresi, aku kaget dan bingung dengan situasi saat itu.

Aku cepat-cepat menghubungi Ibu, mengabarkan apa yang baru saja kudengar dengan telingaku sendiri. Ibukulah yang pertama menjerit, tangisnya meledak di ujung telepon dan membuatku sadar kalau detik itu aku telah kehilangan kamu. Aku menutup telepon dengan mata kosong dan berair, aku baru bisa menangis setelah kekagetanku beberapa saat berlalu. Aku menangisimu.

Kita tumbuh berdua, meski kamu dua tahun lebih muda dan laki-laki, kita selalu bermain bersama. Bersekolah di tempat yang sama sampai aku hijrah ke Jakarta menyusul orang tuaku. Aku selalu ingat masa-masa saat kita bermain di sungai, berpanas-panasan di sawah, sampai ngabuburit di jembatan kampung kita. Aku masih ingat makanan favorit kita saat Idul Fitri, makanan yang selalu dilarang oleh orang tua kita ketika merayakan hari besar : rujak :')

Lalu, beberapa tahun kemudian pesan itu memotong kebersamaan kita. Aku tahu kamu sakit, tapi aku tak pernah menyangka kamu akan pergi secepat itu. Kamu bahkan belum sempat pamit, belum sempat bertemu denganku setelah hampir setahun. Kenapa kamu tidak menungguku?

Ku kirimkan surat untukmu yang sudah tenang di sana, di sisi-Nya. Aku yakin kamu bahagia sekarang, tempatmu pastilah indah, bersama-Nya tak akan ada rasa sakit lagi. Hanya aku, hanya kami yang terus merindukanmu. Hanya aku yang terus merasa kehilangan teman mainku, berbahagialah di sana, sepupuku. Berbahagialah seperti aku bahagia pernah menjadi sepupumu.

Doaku untukmu.

(untuk #30harimenulissuratcinta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar