Selasa, 17 Januari 2012

Sepucuk Surat (Bukan) Dariku

Tinggal satu lagi, sudah berapa jumlah untuk hari ini aku sendiri kurang tahu, aku bosan menghitungnya.

Kulangkahkan kaki ke sebuah rumah kecil di pinggiran desa, bertembok anyaman bambu dengan bangku kayu yang sudah rapuh di depannya. Ini yang terakhir, batinku.
Aku pernah melihat rumah ini semalam, hanya ada seorang wanita usia 50 tahunan, janda. Tubuhnya kurus, kulitnya hitam namun bersih. Tapi aku tidak terlalu jelas dengan wajahnya, hanya teringat rambut yang mulai memutih di kanan dan kiri kepalanya.

Ada seikat kayu bakar di samping rumah, mungkin dia masih menggunakan tungku untuk memasak, pikirku. Aku menarik nafas panjang, menghembuskannya perlahan dan mengetuk pintu kayu yang sudah lapuk. Sepi. Tidak ada yang menyahut. Perlahan, kubuka pintu tanpa handle itu. Decitnyapun sudah lemah, bukan jenis decitan pintu-pintu kokoh seperti layaknya sebuah pintu. Ada, itu dia wanita yang aku cari.

'' Kamu siapa? Ada perlu apa? '' tanyanya. Aku mendekat ke pembaringannya, hanya ranjang dari kayu dengan tikar dan sebuah bantal usang. Dia bersandar pada tembok bambunya, menutupi badan yang kedinginan dengan sarung biru berlubang di sana sini.

'' Saya membawa surat untuk Ibu, penting '' jawabku.

'' Surat? Dari siapa? Aku sudah tidak punya keluarga jauh lagi '' lanjutnya dengan wajah keheranan.

'' oh maaf, saya lupa. Ini tidak ditulis di atas kertas, jadi bukan surat, tapi pesan '', aku memegang tangan kurusnya, menatap dalam ke matanya yang layu. '' Ibu, hanya sampai hari ini.... Sebentar lagi ibu akan terbebas, ini hari terakhir ibu di dunia ''

Dia tersenyum tipis, '' Aku tahu, aku sudah menduganya. Terima kasih ''

Ini yang terakhir untuk hari ini, batinku. Entah nanti malam wajah siapa yang akan muncul dimimpiku, entah rumah siapa yang akan terlihat. Semoga aku masih berani mengabarkan maut kepada seseorang, semoga masih tersisa sedikit keberanian menyampaikan surat terakhirnya di dunia.

2 komentar: